Poerwoto Hadi Poernomo Sang Pendekar Bagian 5

mas poeng sang pendekar
Mas Yadi, Mas Poeng dan Mas Budi
Aliran apa itu?
Saya tidak usah menyebutkan. mereka biasanya punya versi sendiri. Ada juga guru MP yang lari dengan anak buahnya. Tapi kemudian bubar sendiri. Saya memang dekat dengan banyak guru-guru tua seangkatan ayah saya. Apalagi waktu muda saya memang sering disuruh ayah belajar ilmu pada pendekar-pendekar tua itu. Kedekatan ini seringkali menimbulkan kerancuan. Seperti ada aliran yang memakai pernafasan MP, dikatakan mempunyai sumber yang sama dengan MP. Jadi saya dekat dengan perguruan-perguruan yang ada. Bahkan saya juga dekat dengan pendekar-pendekar yang tak punya perguruan seperti Kyai Suhada, gurunya Komar yang konon kebal peluru. Beliau memanggil saya Benu. 

Juga dengan RM Harimurti, tokoh silat Yogya?
Kenal, tapi karena beliau kastanya lebih tinggi, ada hambatan komunikasi. Wah saya diajak bicara nandiko-nandiko. Mungkin dulu saya ada darah, tapi kan sudah keluar istana sejak lama.

Sekarang ini apakah masih banyak pendekar-pendekar di luar IPSI?
Sebenarnya masih banyak. Masih banyak pendekar-pendekar yang mempunyai sifat tertutup, tidak mengembangkan diluar lingkungannya. Akibatnya kepandaiannya terbawa mati. Kita berusaha membuka ketertutupan ini. Kita harus menghilangkan anggapan  perguruan sendiri sebagai terbaik. Memang ego perguruan itu selalu ada. Saya sendiri punya. Tapi bagaimana menekan ini. Saya pernah diajak Solihin GP ke Banten, Jawa Barat, wah di sana masih banyak jawara-jawara silat.

Lantas mengapa beberapa aliran silat sulit berkembang?
Rata-rata kelemahan pokok adalah organisasinya amburadul. Mereka harus menggunakan prinsip organisasi modern. Jenjang antara guru dan murid jangan dipandang sebagai sesuatu yang sakral. Kalau murid punya kemampuan organisasi lebih baik, ya harus di beri kesempatan mengembangkan organisasi itu.

Perguruan pencak silat itu punya sistem sendiri. Bukan organisasi sosial, organisasi usaha ataupun ormas. Apalagi jenjang di tingkat perguruan amat berpengaruh. Seperti militer. Makanya menjalankan organisasi itu kita juga seperti militer. Hanya di MP setiap orang harus memahami AD/ART sehingga tahu hak dan kewajibannya.

Apakah bentuk organisasi modern dapat menghilangkan wibawa si guru?
Saya sendiri tak punya kekhawatiran itu. Saya tidak tahu pendekar yang lain. Tapi dia harus tahu bahwa bagaimanapun ia punya kelebihan di satu sisi. Saya misalnya. Di ilmu saya boleh unggul, tapi saya tidak bisa menjalankan komputer.

Dulu MP kan pernah ditantang Thai Boxing?
Oh dulu. Bukan dipertandingkan. Ketika itu Thai Boxing kan eksebisi di sini. Dia mengeluarkan tantangan. Saya tersinggung. Tamu kok nantang tuan rumah. Hanya saya waktu itu yang bereaksi. Saya kejar sampai ke mana-mana.

Waktu itu Istora saya sudah tunggu-tunggu untuk naik ke atas ring. Hanya saja penjagaan Polisi Militer saat itu sangat ketat. Besoknya saya di tangkap Pak Eddy Nalapraya (Komandan Garnizun DKI). Ditangkap secara halus, tentunya. Saya diajak ngobrol ngalor-ngidul. Tak tahunya pas saya bertemu Pak Eddy, itu para atlet disuruh pulang ke negaranya. Jam 5 saya dilepaskan, saya kejar ke HI dan Horison. tapi dia sudah pulang.

Sempat ketemu?
Sempat. Tapi promotornya bilang, ini kan hanya promosi. Saya marah sekali saat itu. Dan sesudah suara saya keluar di koran, beberapa puluh anak dari daerah datang mendukung saya. Mereka datang langsung ke tempat saya di Walpres. Tapi mereka kemudian ditahan di sana. Saya tuntut kedutaan Thai minta maaf. sayangnya, tak disampaikan ke sana. Yang megang IPSI.

Terakhir, dekat pemilu ini bagaimana kebijakan politik MP?
Banyak memang yang meminta kita ikut. Tapi kami membebaskan para anggota dalam menjalankan aspirasi politiknya. Hanya yang kami tegaskan, anggota kami tak boleh berkampanye dengan memakai atribut perguruan seperti seperti pada pemilu lalu. Ini yang sangat kami larang.

Percakapan dengan Tjahjo Sasongko
Sumber: JAKARTA JAKARTA N0.285 14-20 Desember 1991.

Comments